blognya anak stikes

gabung dan dapatkan askep2 yang anda cari

Sabtu, 07 Januari 2012

Askep Epilepsi

ASKEP GAWAT DARURAT
KLIEN DENGAN EPILEPSI
http://kholilahpunya.files.wordpress.com/2011/01/epilepsi-neurons_about.jpg?w=300&h=225
Kelompok V:
*    Sitti Hamidah Tatamailau
200802076
*    Syarifuddin
200802084
*    Dwi Wahyu Ningrum
200802015
*    Rusdi Lie
2008020
*    Farila Abas
200802024

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
TAHUN AJARAN 2010/2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan hidayahnya kami telah berhasil menyelesaikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan EPILEPSI.
EPILEPSI adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversible yang membutuhkan pertolongan segera agar klien yang bersangkutan selamat dari ancaman jiwa
Oleh karena itu, mengingat begitu pentingya pertolongan segera pada klien dengan epilepsy, laporan penyakit ini diharapkan mampu membantu kita semua untuk mengetahui lebih jelas tentang apa itu epilepsy, apa penyebabnya, bagaimana gejalanya, penatalaksanaannya, masalah keperawatan apa yang mungkin muncul serta intervensi apa yang dapt kita berikan pada klien dengan epilepsy.
Kami mengahaturkan rasa terimakasih pada dosen pembimbing yang telah mempercayai kami menyusun Asuhan Keperawatan Epilepsi ini, serta pada pihak-pihak yang telah membantu kami guna kelancaran penyusunan Askep ini
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Kami menyadari, penyusunan Asuhan Keperawatan Epilepsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.
Sorong, 17 April 2011

Kelompok V










DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR………………………………………………………….……………….. 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..3
A.      PENGERTIAN…………………………………..…………………………………………. 4
B.      ETIOLOGI……………………………………….…………………………………………. 4
C.      PATOFISIOLOGI..………………………………………………………………………… 5
D.      KLASIFIKASI EPILEPSI………………………………………………..………………….7
E.       MANIFESTASI KLINIS……………………………………..…………………………….10
F.       EFEK/KOMPLIKASI…………………………………..…………………………………..10
G.     PEMERIKSAAN PENUNJANG………………………………………………………...….11
H.      PENATALAKSANAAN…………………………………………..………………………..12
I.        PENGKAJIAN………………………………………………….…………..……………….15
J.        MASALAH KEPERAWATAN………………………………………………......………….16
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...…………………..21














EPILEPSI
A.      PENGERTIAN
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversible

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksimal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.

B.      ETIOLOGI
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada:
1.       Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.       Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.       Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.       Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.       Tumor Otak
6.       Kelainan pembuluh darah
Ditinjau dari penyebabnya, epilepsy dibagi menjadi 2, yaitu :
1.       Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2.       Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.

Penyebab spesifik epilepsi :
1.       Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
2.       Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3.       Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4.       Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-anak.
5.       Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6.       Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak, yaitu encephalitis dan meningitis. Organ-organ dari CNS (otak dan medulla spinalis) dilapisi oleh tiga lapisan jaringan konektifyang disebut dengan meningen dan berisikan pia meter, arachnoid, dan durameter. Meningen ini membantu menjaga aliran darah dan cairan cerebrospinal. Struktur-struktur ini merupakn yang dapat terjadi meningitis, inflamasi meningitis, dan jika terjadi keparahan maka dapat menjadi encephalitis, dan inflamasi otak.
7.       Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
8.       Kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
9.       Gangguan mekanisme biologis : abnormalitas dalam otak  yang menyebabkan sejumlah sel-sel syaraf dan kortex serebral menjadi aktif secara serempak, memancarkan secara tiba-tiba, dan peledakan yang berlebihan dari energy elektrikal. Hal ini meliputi kerja dari kanal-kanal ion dan neurotransmitter (Gamma aminobutyric acid (GABA), Serotonin, Acetylcholine  ).

C.      PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
·         Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
·         Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
·         Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
·         Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.









D.      KLASIFIKASI EPILEPSI
1.       Partial Seizures (also called Focal Seizures) / Sawan Parsial (lokal, fokal)
a.       Simple partial seizures. Seseorang dengan simple partial seizure(kadang-kadang dikenal sebagai jacksonian epilepsy)tidak kehilangan kesadaran, tetapi mungkin mengalami kebingungan, linglung, atau odd mental dan kejadian-kejadian emosional . seperti dejavu, halusinasi, respon ekstrim terhadap bau dan rasa. Sawan Parsial Sederhana  merupakan  sawan parsial dengan kesadaran tetap normal.
Ø  Dengan gejala motorik :
·         Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja.
·         Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
·         Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.
·         Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu.
·         Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Ø  Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial: sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
·         Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
·         Visual : terlihat cahaya.
·         Auditoris : terdengar sesuatu.
·         Olfaktoris : tercium sesuatu.
·         Gustatoris : terkecap sesuatu.
·         Disertai vertigo.
Ø  Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, piloereksi, dilatasi pupil).
Ø  Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur) :
·         Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat.
·         Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
·         Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
·         Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
·         Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
·         Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
b.      Complex Partial Seizures. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran) seizure ini lebih banyak terjadi pada anak-anak yangmerupakan tipe yang kompleks. Sekitar 80% dari penyakit ini memulainya pada lobus temporal, bagian otak yang tertutup terhadap pedengaran. Gangguan ini dapat berdampak terhadap kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan, tingkah laku yang tidak terkontrol, atau emosional  dengan pandangan kosong. Sakit kepala yang berdenyut mungkin ada pada complex  partial seizure.
Ø  Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.
·         Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
·         Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Ø  Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan kesadaran.
c.       Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
Ø  Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Ø  Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Ø  Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
2.       Generalized seizures/ Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
Generalized seizures disebabkan oleh gangguan sel-sel syaraf yang terjadi pada area-area yang lebih luas dari otak dibandingkan dengan yang terjadi pada partial seizures. Terlebih lagi tipe ini mempunya dampak yang lebih serius pada pasien. Mereka akan mengalami subkategori yang disebut dengan tonik klonik (grand mal) atau absence (petit mal)  kejang.
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Terjadi kekakuan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik). Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:
a.       Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
Ø  Penurunan kesadaran.
Ø  Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
Ø  Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
Ø  Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
Ø  Dengan automatisme.
Ø  Dengan komponen autonom.
Ø  Lena tak khas (atipical absence). Dapat disertai :
·         Gangguan tonus yang lebih jelas.
·         Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
b.      Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
c.       Sawan Klonik
Serangan epileptic yang bangkit akibat lepas muatan listrik di daerah korteks serebri.
Ø  Motorik : gerakan involunter salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah, pita suara (vokalisasi) dan kolumna vertebralis
Ø  Sensorik : merasa nyeri, panas dingin, parestesia daerah kulit setempa, skotoma tinnitus, mencium bau barang busuk, mengecap rasa logam, invertigo, mual, muntah, perut mules atau afasia.
Ø  Autonom : Mual, muntah, dan hiperdosis setempat
Ø  Halusinasi
Ø  Ilusi Yang disebut De Javu
Ø  Pearasaan curiga yaitu perasaan seolah-pikirannya memaksa sesuatu.
Ø  Automatismus
d.      Sawan Tonik
Pada sawan ini otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.
e.      Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
f.        Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.
3.       Sawan Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
4.       Serangan Epileptik
Merupakan  kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita bisa meninggal.
Kondisi ini didefinisikan sebagai kejang yang berulang yang berulang, yang lama lebih dari 20 menit dan ditambah lagi oleh hanya periode pendek dan partial relief.

E.       MANIFESTASI KLINIS
Fase dari aktivitas kejang adalah fase prodromal, aura, iktal, dan posiktal. Fase prodormal meliputi perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam atau beberapa hari. Fase aura adalah awal dari munculnya aktivitas kejang dan mungkin berupa gangguan penglihatan, pendengaran, atau rasa raba. Fase iktal merupakan fase dari aktivitas kejang, yaitu biasanya terjadi gangguan muskuloskelektal. Fase posiktal adalah periode waktu dari kekacauan mental/somnolen/peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.

F.       EFEK/KOMPLIKASI
1.       Dampak pada anak-anak
Ø  Long-Term General Effects. Secara umum untuk efek jangka lama dari kejang sangat bergantung pada penyebabnya.  Anak-anak yang mengalami epoilepsi akan berdampak terhadap kondisi yang spesifik (contohnya injuri kepala dan gangguan syaraf) mempunyai mortalitas lebih tinggi dari pada populsi normal.
Ø  Effect on Memory and Learning. Secara umum anak-anak yang mengalami kejang akan lebih berdampak pada perluasan gangguan otak dan akan terjadi keburukan. Anak dengan kejang yag tidak terkontrol merupakan faktor resiko terjadinya kemunduran intelektual.
Ø  Social and Behavioral Consequences. Gangguan pengetahuan dan bahasa, dan emosi serta gangguan tingkahlaku, terjadi pada sejumlah anak dengan beberapa sindrom epilepsy parsial. Anak-anak tersebut biasanya berpenapilan denagn sikap yang burk dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
2.       Dampak pada dewasa
Ø  Effect on Mental Functioning in Adults. Dampak dari epilepsy dewasa adalah pada fungsi mental yang tidak benar.
Ø  Psychological Health.  Kira-kira 25-75% orang dewasa dengan epilepsy menunjukan tanda-tanda depresi. Orang dengan epilepsi mempunyai resiko tinggi untuk bunuh diri, setelah 6 bulan didiagnosa. Resiko bunuh diri terbesar diantara orang-orang yang terkena epilepsy dan mengarah pada kondisi psikiatrik seperti depresi, gangguan ansietas, skizoprenia, dan penggunaan alcohol kronik.
Ø  Overall Health. Beberapa pasien dengan epilepsi menggambarkan dirinya dengan wajar atau buruk, orang dengan epilepsy juga melaporkan ambang nyeri yang lebih besar, depresi dan ansietas, serta gangguan tidur.faktanya kesehatan mereka dapat disamakan dengan orang dengan penyakit kronik, meiputi arthritis, masalah jantung, diabetes, dan kanker.
3.       Dampak pada kesehatan seksual dan reproduksi
Ø  Effects on Sexual Function. Pasien dengan epilepsi akan mengalami gangguan sexual, meliputi impotensi pada laki-laki. Penyebab-penybab dari masalah-masalah tersebut kemungkinan emosi, indusi medikasi, atau menghasilkan perubahan pada tingkat hormone.
Ø  Epilepsy pada childhood dapat mengakibatkan gangguan pada pengaturan hormone puberitas.
Ø  Kejang yang persisten pada adult dapat dihubungkan dengan hormonal-hormonal lain dan perubahan neurologi yang berkontribusi terhada disfungsi seksualitas.
Ø  Emosi negatif yang mengarah pada epilepsy dapat mengurangi perjalanan seksual.

G.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.       Elektroensefalogram (EEG)
Digunakan  untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan. EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
2.       Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain:
a.       CT Scan
Digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Merupakan test gambaran otak pertama yang dianjurkan untuk banyak anak dan dewasa dengan kejang awal. Teknik gambaran ini cukup sensitive untuk berbagai tujuan.
Teknik penggambaran yang lebih sensitive dibandingkan dengan x-ray, mengikuti makna yang tinggi  terhadap struktur tulang dan jaringan-jaringan yang lunak.clear images dari orga-organ seperti otak, otot, struktur join, vena, dan arteri.
b.      MRI (magnetic resonance imaging) kepala.
Digunakan untuk melihat ada tidaknya neuropati fokal. MRI lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya lesi kecil, malformasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus temporalis. Gambaran dari MRI dapat digunakan untuk persiapan pembedahan.
Kedua pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
3.       Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
4.       Pungsi Lumbar. Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
5.       Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.

H.     PENATALAKSANAAN
1.       Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan. Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
Kejang yang tiba-tiba datang pada penderita epilepsi dapat dicegah dengan cara:
Ø  Demam tinggi pada penderita dapat diatasi dengan cara memberi obat demam dengan penurun panas dan kompres dengan lap hangat (lebih kurang panasnya dengan suhu badan si penderita) selama kurang lebih 15 menit, bila mencapai 38.5 derajat celcius atau lebih.
Ø  Jangan melakukan pengkompresan dengan lap yang dingin, karena dapat menyebabkan korslet di otak (akan terjadi benturan kuat karena atara suhu panas tubuh si penderita dengan lap pres dingin).
Ø  Minum obat resep dokter secara teratur.
Ø  Sediakan obat anti kejang lewat dubur di rumah jika kejang membuat penderita tidak mungkin meminum obat.
Ø  Sedia selalu obat penurun panas di rumah seperti parasetamol.
2.       Pertolongan Pertama Untuk Epilepsi
Ø  Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari benda keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya. Jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.
Ø  Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk memasukkan sesuatu.
Ø  Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Jika aira mendahului kejang, masuka spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi-gigi untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
Ø  Penyandang akan bingung atau mengantuk setelah kejang. Biarkan penderita beristirahat.
Ø  Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.
Ø  Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
3.       Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) serta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Farmakoterapi anti konvulsion untuk mengontrol kejang. Obat-obatan ini mengontriol kejang 50% sampai 60% mengalami kejang berulang dan memberikan control parsial 15% sampai 35%.
Pembedahan     untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler. Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat jaringan otak sesedikit mungkin sehingga aktivitas kejang akan tereliminasi atau berkurang secara bermakna.
Jenis obat yang sering digunakan:
Ø  Phenobarbital (luminal)→Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
Ø  Primidone (mysolin)→Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
Ø  Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin:
·         Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.
·         Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. Tak berhasiat terhadap petit mal.
·         Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
Ø  Carbamazine (tegretol):
·         Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
·         Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.
·         Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguanfungsi hati.
Ø  Diazepam:
·         Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi).
·         Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
Ø  Nitrazepam (inogadon)→Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
Ø  Ethosuximide (zarontine)Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal.
Ø  Na-valproat (dopakene):
·         Obat pilihan kedua pada petit mal.
·         Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
·         Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
·         Efek samping mual, muntah, anorexia.
Ø  Acetazolamide (diamox):
·         Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
·         Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
Ø  ACTH→Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.



I.        PENGKAJIAN
1.       Pengkajian Primer
a.       Airway
Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan pada fase posiktal, biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat gigitan tersebut
b.      Breathing
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis.
Pada fase posiktal, klien mengalami apneu
c.       Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam keadaan tidak sadar.
d.      Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang
e.      Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada cedera tambahan akibat kejang
2.       Pengkajian sekunder
a.       Identitas. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b.      Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c.       Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan factor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada factor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
d.      Riwayat kesehatan
Ø  riwayat keluarga dengan kejang
Ø  riwayat kejang demam
Ø  tumor intrakranial
Ø  trauma kepal terbuka, stroke
e.      Riwayat kejang :
Ø  berapa sering terjadi kejang.
Ø  gambaran kejang seperti apa
Ø  apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
Ø  Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
Ø  Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
Ø  Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
f.        Pemeriksaan fisik
Ø  Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
Ø  Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
Ø  Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
Ø  Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada posiktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
Ø  Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

J.        MASALAH KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah:
1.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus
2.       Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau kerusakan perlindungan diri.
3.       Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tentang tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
4.       Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

Rencana keperawatan
No
Dx. Keperawatan
tujuan
Perencanaan
Intervensi
Rasional
1.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus

Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan napas paten
·         Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat lainnya jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandia gejala awal

·         Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang

·         Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen

·         Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan atau gulungan benda lunak sesuai indikasi






·         Lakukan penghisapan sesuai indikasi


·         Berikan tambahan oksigen/ventilasi manual sesuai kebutuhan pada fase posiktal



·         Siapkan/bantu melakukan intubasi jika ada indikasi
·         Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya benda asing ke faring




·         Meningkatkan aliran (drainase) secret, mencegah lidah jatuh sehingga menyumbat jalan napas

·         Untuk memfasilitasi usaha bernapas


·         Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lender. Jalan napas buatan mungkin diindikasikan setelah meredanya aktivitas kejang jika pasien tersebut tidak sadar dan tidak dapat mempertahankan posisi lidah yang aman

·         Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia

·         Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akobat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang

·         Munculnya apneu yang berkepanjangan pada fase posiktal membutuhkan dukungan ventilator mekanik
2.
Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau kerusakan perlindungan diri.

Mengurangi resiko injuri pada pasien
·         Kaji karakteristik kejang




·         Jauhkan pasien dari benda benda tajam / membahayakan bagi pasien

·         Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan atau gulungan benda lunak sesuai indikasi



·         Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang
·         Untuk mngetahui seberapa besar tingkatan kejang yang dialami pasien sehingga pemberian intervensi berjalan lebih baik

·         Benda tajam dapat melukai dan mencederai fisik pasien

·         Dengan meletakkan spatel lidah diantara rahang atas dan rahang bawah, maka resiko pasien menggigit lidahnya tidak terjadi dan jalan nafas pasien menjadi lebih lancer

·         Obat anti kejang dapat mengurangi derajat kejang yang dialami pasien, sehingga resiko untuk cidera pun berkurang
3.
Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tentang tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh

Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi negative pada diri sendiri
·         Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostic, persepsi diri terrhadap penanganan yang dilakukannya.


·         Anjurkan untuk menungkapkan/mengekspresikan perasaannya



·         Identifikasi/antisipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya. Anjurkan klien untuk tidak merahasiakan masalahnya

·         Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan dicapai selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya



·         Tentukan sikap/kecakapan orang terdekat. Bantu menyadari perasaan tersebut adalah normal, sedangkan merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri tidak ada gunanya



·         Tekankan pentingnya orang terdekat untuk tetap dalam keadaan tenang selama kejang
·         Reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan/pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan

·         Adanya keluhan merasa takut, marah dan sangat memperhatikan tentang implikasinya di masaa yang akan datang dapat mempengaruhi pasien untuk menerima keadaanya

·         Memberikan kesempatan untuk berespon pada proses pemecahan masalah dan memberikan tindakan control terhadap situasi yang dihadapi

·         Memfokuskan pada aspek yang positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulai menerima penangan terhadap penyakitnya

·         Pandangan negative dari orang terdekat dapat berpengaruh terhadap perasaan kemampuan/harga diri klien dan mengurangi dukungan yang diterima dari orang terdekat tersebut yang mempunyai resiko membatasi penanganan yang optimal

·         Ansietas dari pemberi asuhan adalah menjalar dan bila sampai pada pasien dapat meningkatkan persepsi negative terhadap keadaan lingkungan/diri sendiri
4.
Kurang pengetahuan keluarga tentan proses perjalanan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

pengetahuan keluarga meningkat, keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsy, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.

·         Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.



·         Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.





·         Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes.

·         Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti.

·         Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
·         pendidikan merupakan salah satu faktor penentu tingkat pengetahuan seseorang

·         untuk mengetahui seberapa jauh informasi yang telah mereka ketahui,sehingga pengetahuan yang nantinya akan diberikan dapat sesuai dengan kebutuhan keluarga

·         untuk meningkatkan pengetahuan


·         untuk mengetahui seberapa jauh informasi yang sudah dipahami

·         agar keluarga dapat memberikan penanngan yang tepat jika suatu-waktu klien mengalami kejang berikutnnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar